Archive for Agustus, 2009

Korupsi: Uang Haram dan Slank …??? (2)

Posted on Agustus 7, 2009. Filed under: Uncategorized |

Upaya pemberantasan korupsi itu tidak hanya sekedar bagaimana menangkap dan mempidanakan pelaku tindak pidana korupsi oleh aparat penegah hukum yakni polisi, jaksa dan hakim. Tugas ini telah dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Banyak hambatan dan rintangan yang dialami oleh lembaga ini. Bahkan akhir-akhir ini terdengar kabar bahwa ada upaya dari pihak tertentu untuk ‘mengebiri’ lembaga ini.

Dengan demikian, kita tidak bisa hanya mengandalkan pemberantasan korupsi pada KPK semata. Upaya pemberantasan korupsi lebih jauh harus dilakukan dengan cara mencegah tindak pidana korupsi agar tidak terulang pada masa yang akan datang.

Upaya ini tentu saja melalui pendidikan dan kampanye anti-korupsi dengan menggunakan partisipasi masyarakat. Korupsi yang membudaya ini harus dilawan dengan sebuah gerakan budaya untuk pemberantasan korupsi di kalangan anak muda dan mahasiswa sebagai generasi penerus.

Cara pencegahan dengan menggunakan partisipasi masyarakat ini tentu melalui menanamkan nilai-nilai norma dan etika. Selain itu perlu adanya upaya yang terus-menerus untuk meningkatkan integritas sebagai suatu bangsa. Hal ini merupakan suatu proses yang tidak mudah. Di sini dibutuhkan tingkat keteladanan yang tinggi dari para pemimpin di tingkat pemerintahan yang melibatkan institusi keluarga, organisasi pemerintah, organisasi masyarakat dan organisasi bisnis.

Dalam berbagai kesempatan dikatakan bahwa keluarga adalah ‘sokoguru’ suatu negara. Keluarga utuh maka negara akan kokoh. Tentu saja kalangan muda dan mahasiswa paham betul tentang hal pemberantasan korupsi ini. Mereka tahu tentang kemampuan finansial dari orang tuanya.

Uang Haram

Mereka tahu betul apa kerja orang tua mereka, baik ayah maupun ibu. Apa jabatan ayahnya atau ibunya dan berapa penghasilannya setiap bulan..?? Kalau ternyata penghasilan lebih besar dari standard rata-rata dari jabatan yang sama, maka anggota keluarga seharusnya bertanya. Dari mana uang sebanyak ini..?? Mereka bisa beli rumah atau apartemen dan mobil mewah. Mereka bisa setahun dua kali berlibur ke luar negeri. Mereka bisa membiayai anak-anak sekolah di luar negeri.

Sementara itu, masyarakat juga harus diberikan pemahaman mengenai keberhasilan seseorang. Seringkali masyarakat terkecoh dengan sikap seseorang yang sangat royal bagaikan seorang dermawan. Dia disegani oleh masyarakat karena seringkali memberikan dana dalam jumlah besar untuk membangun berbagai sarana dan prasana yang dibutuhkan.

Masyarakat tidak pernah mempertanyakan asal-usul uang tersebut. Walau pun secara kasat mata, mana mungkin seseorang yang hanya memiliki jabatan biasa-biasa saja, tapi memiliki rumah, mobil dan hidup mewah..?? Di lain pihak, masyarakat telah memahami bahwa ada berbagai macam barang haram, misalnya rokok, prostitusi dan minuman keras (miras). Sebaiknya masyarakat juga harus berani menyatakan bahwa uang hasil korupsi adalah ‘barang haram’ . Mereka harus menolaknya dengan tegas.

Kalau praktek mencari ‘massa’ seperti ini terus berlanjut, maka tidak heran ketika beberapa pejabat publik yang ditangkap karena diduga terlibat korupsi, banyak sekali simpatisannya yang datang memberikan dukungan moril.

Tidak tanggung-tanggung. Ada di antara mereka adalah pejabat tinggi yang seringkali berteriak mengutuk korupsi. Tapi karena menyangkut kroni-kroninya yang telah begitu ‘berjasa’ dan dermawan, maka mereka perlu memberikan ‘pembelaan’ untuk mempengaruhi proses pemeriksaan dan penyidikan.

Sementara itu, kegiatan pemeriksaan dan penyidikan oleh aparat hukum mendapat liputan yang luas dari mass media yang ada. Baik media elektronik maupun media cetak. Mereka mendadak tersohor bagaikan selebritis di layar kaca. Mereka tersenyum-senyum dan melambaikan tangan ketika memberikan keterangan kepada para wartawan diiringi oleh kilauan lampu kamera. Para pengacara mereka juga tidak henti-hentinya melakukan ‘perang urat syaraf’ dengan memberikan pernyataan yang membingungkan masyarakat.

Slank

Keberhasilan upaya untuk menolak ‘uang haram’ ini rasanya masih jauh karena banyak pihak yang mau menikmatinya. Dalam pemeriksaan perkara seorang pejabat publik yang terlibat dalam kasus korupsi, diperoleh pengakuan dari isterinya yang juga seorang artis terkenal. Dia mengakui bahwa biaya pernikahan mereka berasal dari ‘uang haram’ yang diperoleh dari hasil korupsi tersebut.

Selain itu, seorang pejabat juga pernah memberikan kesaksian bahwa uang korupsinya tidak dinikmati sendiri. Dia membagi-bagikan juga kepada beberapa pejabat tinggi, partai politik, dan organisasi sosial.

Sudah tiba saatnya masyarakat berusaha sekuat tenaga untuk membertantas korupsi dan menolak uang haram ini. Banyak pihak telah berusaha dengan caranya sendiri untuk tujuan yang sama. Salah satu dari mereka adalah grup band Slank. Coba simak syair lagu “Seperti Koruptor” tersebut.

Lagu ini mencerminkan suara hati anak-anak bangsa yang tidak mau diracuni karena ‘makan uang haram’. Mereka lebih memilih cinta dari orang tua mereka. Mereka malu bila orang tuanya adalah koruptor. Mereka malu bila disebut ‘anak koruptor’.

“Seperti Koruptor”
By: Slank

Aku gak butuh uangmu
Aku gak butuh hartamu
Yang kubutuh hanya cintamu
Setulus cintaku padamu

Aku gak mau warisanmu
Aku gak mau kekayaanmu
Yang kumau rasa sayangmu
Sesayang aku padamu

Hidup sederhana
Gak punya apa-apa tapi banyak cinta
Hidup bermewah-mewahan
Punya segalanya tapi sengsara

Seperti para koruptor (2 x)

Aku gak perlu make-up mu
Aku gak perlu bajumu
Yang kuperlu isi dadamu
Sepenuh kasihku padamu

Aku gak penting warna lipstikmu
Aku gak penting perhiasanmu
Yang penting jujur hatimu
Sejujurnya aku falling in love padamu

Read Full Post | Make a Comment ( None so far )

Korupsi: Keluarga dan Masyarakat …??? (1)

Posted on Agustus 6, 2009. Filed under: Uncategorized |

Kita patut prihatin kalau membaca berita bahwa negeri kita ini menempati peringkat satu sebagai negeri paling korup di wilayah Asia. Sementara itu Singapura merupakan negeri paling bersih dari korupsi. Kenapa bisa begitu..?? Apa yang salah dengan negeri kita sehingga korupsi bisa tumbuh subur..?

Pada waktu kampanye pemilihan legislatif dan juga kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden yang lalu, setiap calon memasukan pemberantasan korupsi sebagai salah satu program yang ‘dijual’ untuk merebut suara dari rakyat. Mereka menjanjikan bahwa bila terpilih maka mereka akan berjuang sekuat tenaga untuk memberantas korupsi.

Memang sampai dengan saat ini korupsi masih merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Dampak dari korupsi ini terasa hampir di seluruh sektor kehidupan (wide spread and endemic). Korupsi ini juga terjadi dalam semua tingkatan pemerintahan, tidak hanya di pusat tetapi juga di daerah-daerah.

Bahkan, sejak berlakunya otonomi daerah, korupsi meningkat sangat tajam karena pemerintah daerah telah bersikap bagaikan ‘raja kecil’. Di tingkat pusat, para pejabat tinggi bertingkah bagaikan ‘raja besar’. Korupsi yang dilakukan oleh mereka tentu saja dalam skala yang lebih besar (grand corruption). Di daerah-daerah juga demikian. Para ‘raja kecil’ tentu melakukan korupsi dalam skala kecil (petty corruption). Negara dirugikan karena uang rakyat dirampok oleh mereka. Hak-hak ekonomi dan sosial masyarakat terabaikan dan rakyat makin sengsara. Pembangunan sarana dan prasarana demi kesejahteraan bangsa ini juga terbengkalai.

Kong-Kali-Kong

Korupsi itu sebenarnya sebuah perilaku yang menyimpang dari seorang pejabat publik demi kepentingan pribadi, keluarga dan kawan dekatnya. Perbuatannya ini didorong oleh keinginan memperoleh keuntungan berupa uang atau status. Praktek korupsi mengambil bentuk yang bermacam-macam. Bisa berupa praktek penyuapan yakni menerima pemberian hadiah (gratifikasi), di mana diharapkan bahwa pejabat tersebut akan terpengaruh dalam pengambilan keputusan.

Bisa berupa nepotisme, di mana dalam menjalankan sebuah kebijakan publik, pejabat tersebut akan lebih mengutamakan faktor kedekatan hubungan, baik keluarga maupun teman-teman. Dengan demikian pejabat tersebut akan mengabaikan faktor-faktor merit. Selain itu, praktek korupsi bisa juga mengambil bentuk penyalah-gunaan wewenang. Dalam hal ini dia akan menggunakan sumber daya publik untuk kepentingan pribadi, keluarga dan kelompok atau golongannya.

Ada lagi praktek yang sering digunakan para pejabat. Praktek korupsi ini terlihat dengan jelas dari sisi pemahaman para pejabat tersebut terhadap pekerjaan dan jabatannya. Mereka menganggap kantornya sebagai sebuah ‘badan usaha’ miliknya. Kantor ini harus digunakan semaksimal mungkin untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya bagi dirinya.

Besarnya keuntungan ini sangat tergantung pada kemampuan dan bakat dalam mengelola situasi yang ada. Di sini hukum permintaan dan penawaran (supply and demand) diberlakukan. Tidak mengherankan kalau ada pemeo: “kalau bisa dipersulit, mengapa pula harus dipermudah ..??”.

Semakin dipersulit padahal permintaan sedang tinggi-tingginya, maka keuntungan pun akan semakin besar. Di sini masyarakat dipaksa dan diperas untuk membayar sejumlah uang sesuai kemauan para pejabat ini agar urusannya lancar.

Bahkan tak jarang pula para pejabat ini melakukan praktek ‘kong-kali-kong’ dengan pengusaha. Ketika mereka menerima uang atau hadiah yang sebenarnya tidak diperkenankan, maka mereka akan akan terjerat untuk mengikuti kemauan dan keinginan pengusaha yang tentu saja akan merugikan kepentingan publik.

Maling Teriak Maling

Namun suatu hal yang menjadikan korupsi di negeri ini semakin subur yakni bahwa korupsi tersebut telah dilakukan oleh kalangan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kalangan eksekutif melakukan penyimpangan norma yang telah baku dalam instansinya untuk meraup keuntungan pribadi dan mengingkari kepentingan publik.

Kalangan yudikatif melakukan korupsi dengan cara melakukan ‘jual-beli hukum’ untuk memperoleh keuntungan pribadi. Mereka akan mengabaikan argumentasi yang berkembang dalam pengadilan. Hal ini juga dikenal oleh masyarakat umum sebagai praktek ‘mafia peradilan’. Sementara kalangan legislatif memperoleh keuntungan dengan membuat kebijakan yang akan mendatangkan manfaat sebesar-besarnya bagi kalangan pengusaha, pejabat eksekutif atau siapa saja yang berkepentingan.

Yang paling parah bila para pemimpin negeri ini juga melakukan korupsi. Pimpinan semacam ini memiliki karakteristik yang serakah dan tidak tahan terhadap godaan. Selain itu, mereka juga lemah dalam pendirian dan memiliki moral dan etika yang rendah. Mereka tidak menyadari bahwa perilakunya akan menjadi contoh dan teladan bagi bawahannya. Apa pun alasannya.

Biasanya pemimpin yang melakukan korupsi ini akan membela diri. Mereka mengatakan bahwa hal itu dilakukan demi kesejateraan bawahannya. Hasil korupsi tersebut akan dibagi-bagikan juga kepada anak buahnya. Katanya, gaji anak buah tidak mencukupi untuk hidup layak. Dengan memperhatikan kesejahteraan anak buahnya dia akan disebut sebagai pimpinan yang baik.

Kalau keadaan sudah menjadi demikian, maka tidaklah salah kalau orang akan mengatakan bahwa ‘guru kencing berdiri, murid kencing berlari’. Skala korupsi yang dilakukan pasti berbeda-beda. Tapi, kenyataan menunjukkan bahwa walau gaji pegawai negeri telah naik beberapa kali dan melebihi gaji pegawai swasta, tapi korupsi terus berlanjut.

Apalagi dewasa ini, hubungan antara eksekutif dan legislatif sangat mesra. Pemerintah sekarang sangat memperhitungkan peranan partai politik demi menjaga kestabilan pemerintahan. Biar tidak dirongrong oleh partai2 politik, pemerintah menjalankan politik ‘pork barrel’ dengan mengeluarkan anggaran khusus bagi mereka.

Akhirnya, situasi korupsi ini makin masif. Inilah yang disebut ‘korupsi berjamaah’. Kalau semuanya sudah melakukan korupsi, maka yang ada hanyalah situasi ‘ewuh pakewuh’ dan ‘tepo seliro’ alias ‘tau sama tau’. Orang bilang: “Tidak akan ada maling teriak maling”.

Read Full Post | Make a Comment ( None so far )

KDRT vs Kung Fu …???

Posted on Agustus 3, 2009. Filed under: Uncategorized |

Seorang ibu dalam statusnya di Facebook menulis begini: “Anakku yg perempuan merengek minta ikut latihan Kung Fu…” Aku tanya kepadanya: “Kenapa dan kok milih Kung Fu?” Anakku jawab: “Serem aja kalo liat berita di TV.. Kok banyak KDRT, dan perempuannya gak berdaya. Jadi kalau aku bisa kung fu kan enak… Kalau aku nikah nanti dan suamiku galak dan main pukul, aku kung tao aja!” “Hahahahaha……… Hebatlah… ? Ayoo.. Mama dukung… hehehehe……”, aku mengiyakan seraya membayangkan bagaimana nasib anakku kelak ketika sudah menikah dan mendapatkan seorang suami yang ‘tukang pukul’.

Pendapat dan pandangannya itu mencerminkan kecemasan yang semakin meningkat di kalangan masyarakat terhadap masalah ‘kekerasan dalam rumah tangga’ (KDRT). Kasus yang paling menonjol dan banyak menarik perhatian masyarakat adalah KDRT yang dialami oleh Manohara, Cici Paramida dan isteri seorang jaksa senior. Yang masih hangat dalam pemberitaan adalah kasus KDRT antara Pasha ‘Ungu’ dan mantan isterinya Okie Agustina.

Semua kasus itu mendapat porsi yang besar dalam pemberitaan dan ulasan dari mass media. Televisi swasta sendiri memiliki beberapa program infotainment yang gencar mencari-cari berita dan memberitakannya. Tidak hanya suami atau isteri yang terlibat, tetapi juga keluarganya, termasuk orang tua dan mertua. Semuanya dimintakan keterangan, baik pembelaan maupun sanggahan. Belum lagi pendapat dari polisi yang melakukan penyidikan perkara. Sementara itu pihak pengacara dari masing-masing pihak turut meramaikan dengan memberikan pendapat yang berbeda-beda. Semuanya akan menjadi ramai.

Babak Belur

Perkawinan adalah suatu ikatan antara pria dan wanita sebagai suami-isteri berdasarkan undang-undang, hukum agama atau hukum adat. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dikatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam perkawinan terdapat ikatan lahir dan batin yang berarti bahwa dalam perkawinan itu perlu adanya ikatan. Antara suami dan isteri harus ada ikatan yang saling mencintai satu sama lain, tidak adanya paksaaan dalam perkawinan. Bila perkawinan dengan paksaan, tidak ada cinta kasih satu dengan yang lain. Ini berarti bahwa tidak ada ikatan batin sebagai ikatan yang tidak tampak langsung tetapi merupakan ikatan psikologis.

Tidak ada satu perkawinan yang tidak mengalami cobaan. Peribahasa mengatakan bahwa perkawinan ibarat mengarungi bahtera rumah tangga di laut lepas. Tidak selamanya angin bertiup dari arah buritan, tetapi terkadang badai juga menghadang. Konflik atau masalah yang dialami oleh pasangan suami-isteri harus diatasi, bukan dihindari. Menghindari masalah tak ubahnya dengan merusak diri (self-defeating).

Dalam hal ini mass media memiliki peranan yang sangat besar untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang KDT ini. Masyarakat sejauh ini bila mendengar KDRT maka dalam bayangan mereka adalah betapa ‘babak belurnya’ kondisi korban. Bekas memar di wajah atau tubuh karena terkena pukulan atau bekas silet yang melukai bagian tubuh tertentu. Atau berbagai bukti lainnya berupa lecet-lecet, memar-memar, lebam, darah, dan luka di tubuh korban. Dengan demikian, untuk membuktikan kebenaran laporannya, pihak korban selalu meminta bukti visum dari dokter.

Pada hal KDRT sendiri memiliki pamahaman yang lebih luas dari itu. Kekerasan itu meliputi kekerasan psikologis, kekerasan verbal, kekerasan seksual, kekerasan ekonomi dan berbagai bentuk dan dimensi kekerasan lainnya yang tidak kasat mata. Dengan demikian KDRT tidak sekedar kekerasan fisik saja, namun segala hal yang melanggar hak korban dalam hubungan keluarga.

Komoditas

Dalam berbagai kasus, mula-mula pihak isteri sebagai korban enggan menindak-lanjuti masalah ke jalur hukum. Mereka lebih memilih untuk menyelesaikannya secara kekeluargaan. Bila perlu hanya membawakan kasus ini ke tingkat Rukun Tetangga (RT) atau Rukun Warga (RW) untuk mendapatkan penyelesaian sebaik-baiknya. Pihak luar ini hanya berperan dalam melakukan mediasi yang diartikan sebagai sebuah ‘sangsi sosial’ kepada pihak suami yang melakukan KDRT itu.

Akhir-akhir ini semakin banyak saja pihak isteri yang melaporkan masalah KDRT kepada aparat penegak hukum yakni polisi. Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak adanya penyelesaian yang memuaskan secara kekeluargaan. Mereka mulai berani untuk melapor karena terdorong juga oleh gencarnya pemberitaan berbagai kasus KDRT yang melibatkan ‘public figure’, antara lain para artis.

Berita ini ‘di-blow up’ oleh televisi dan koran di negeri ini dalam berbagai bentuk berita infotainment. Sasaran pemberitaan ini adalah menarik perhatian publik. Tetapi yang lebih penting adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk turut terlibat dalam upaya penghapusan KDRT sebagai mana telah diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Walaupun kita tidak bisa mengingkari bahwa seringkali pihak isteri yang menjadi korban KDRT ini masih diperlakukan sebagai ‘komoditas’ belaka.

Dalam masyarakat kita, sebenarnya kasus KDRT ini sangat banyak. Hanya saja mereka enggan melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum. Hal ini disebabkan oleh berbagai kendala yang meliputi aspek struktural, kultural dan substansi. Secara kultural, masyarakat kita telah memiliki paham patriarki yang memberikan posisi yang lemah kepada pihak wanita. Suami dianggap memiliki kuasa mutlak terhadap perempuan dan anak.

Suami juga memiliki kekuasaan yang tak terbantahkan dalam membuat kebijakan-kebijakan keluarga. Isteri masih dianggap sebagai ‘ibu rumah tangga’ yang memiliki kewajiban untuk mengurus anak-anak. Sedangkan suami adalah kepala rumah tangga yang memiliki peluang untuk melakukan poligami, misalnya karena isteri tidak bisa memberikan keturunan. Tidak bisa memberikan keturunan adalah salah atau aib dari isteri. Pihak isteri yang disalahkan. Pada hal ini merupakan kontribusi kedua belah pihak.

Di samping itu, manakala seorang isteri yang menjadi korban dan mengadukan permasalahannya ke pihak penegak hukum, maka pihak isteri ini akan dicap membuka aib keluarga. Dengan demikian, sang isteri tersebut ibaratnya ‘sudah jatuh, tertimpa tangga pula’ alias viktimasi korban (blaming the victim). Lama-kelamaan, masalah ini akan semakin melebar dan berputar-putar bagaikan suatu ‘lingkaran setan’ yang tidak ada ujungnya.

Komunikasi

Peranan informasi dari televisi dan pendapat para pakar juga baru sebatas kota-kota besar. Pemahaman ini belum menjangkau masyarakat dibeberapa daerah tertentu karena faktor geografis yang luas.

Dengan semakin meningkatnya pemahaman masyarakat akan masalah KDRT maka perlu ada lembaga yang diharapkan dapat memberikan pencerahan kepada masyarakat. Misalnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan (KPP), Komisi Nasional (Komnas) Perempuan dan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Kita mengharapkan agar semua perangkat ini telah berjalan dengan baik sehingga masyarakat bisa memahami proses hukum dalam menyelesaikan masalah KDRT. Kondisi ini akan menghadirkan suatu situasi yang membahagiakan dalam keluarga.

Tidak akan ada lagi ‘piring terbang’ di dalam rumah. Tidak ada lagi ‘bekas gampar tangan di pipi’. Tidak perlu ada upaya belajar ‘kung fu’ untuk membela diri. Semuanya dapat diselesaikan dengan komunikasi yang baik antara suami dan isteri. Mereka akan menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan masalah ini sebagai warga negara yang telah sadar hukum dan terpelajar.

Read Full Post | Make a Comment ( 4 so far )

    Tentang

    “AKU DAN DUNIAKU” adalah sebuah weblog dari WordPress.com yang ditulis oleh LAURENS DASION. Sebagai penulis blog ini, saya ingin berbagi pengalaman dan pandangan dengan para pembaca tentang apa yang dilihat dan dirasakan dalam hidup ini. Selamat menikmati dan semoga bermanfaat…!!!

    RSS

    Subscribe Via RSS

    • Subscribe with Bloglines
    • Add your feed to Newsburst from CNET News.com
    • Subscribe in Google Reader
    • Add to My Yahoo!
    • Subscribe in NewsGator Online
    • The latest comments to all posts in RSS

    Meta

  • Agustus 2009
    M S S R K J S
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    3031  
  • Arsip

  • Komentar Terbaru

    laurens dasion pada Hidup Ini Sungguh Indah
    Ana pada Hidup Ini Sungguh Indah
    laurens dasion pada Jalan Terbaik
    laurens dasion pada Jalan Terbaik
    Anisa pada Jalan Terbaik
  • Top Clicks

    • Tidak ada
  • Kategori

Liked it here?
Why not try sites on the blogroll...