Jalan Terbaik
“Hidup ini adalah pilihan.. Kita memilih sendiri jalan terbaik untuk diri kita.. Juga dalam hidup berkeluarga.. Komentar seseorang di Youtube sebagai berikut: “Yah,.. Kucoba bertahan demi anak-anakku. Terima kasih Tuhan atas berkatMU dan kasihMu, terima kasih postingnya. Lagu yang manis.. Bagaimana dengan anda..??”
Hal itu merupakan status yang saya buat di Facebook pada hari Senin, 22 Pebruari 2010. Status itu terinspirasi dari cerita seorang sahabat. Sebut saja namanya Mira (nama samaran). Memang kalau dilihat dan dicermati, kehidupan Mira sangat mirip dengan makna dan pesan yang disampaikan dengan lagu yang digubah oleh Pance F. Pondaag di bawah ini:
JALAN TERBAIK
Sepanjang kita masih terus begini
Takkan pernah ada damai bersenandung
Kemesraan antara kita berdua
Sesungguhnya keterpaksaan saja
****
Senyum dan tawa hanya sekedar saja
Sebagai pelengkap sempurnanya sandiwara
Berawal dari manisnya kasih sayang
Terlanjur kita hanyut dan terbuai
Kucoba bertahan mendampingi dirimu
Walau kadangkala tak seiring jalan
Kucari dan selalu kucari jalan terbaik
Agar tiada penyesalan dan air mata
Kembali ke ****
Agar tiada penyesalan dan air mata… (finish..!!)
****
Demikianlah syair-syair lagu itu terurai dengan jelas. Tidak dapat dipungkiri bahwa nasib orang dalam hidup berkeluarga beraneka macam. Ada yang lurus-lurus saja. Mereka tidak mengalami kendala dan hambatan sama sekali. Semuanya bagaikan sudah sesuai dengan aturan. Semua berjalan mulus di atas rel yang telah disusun bersama. Suami dan isteri berjalan beriringan setiap waktu. Semuanya terlihat sangat indah dan mesra.
Dingin
Tetapi, di dalam kenyataan banyak sekali hal yang bisa saja terjadi. Kemesraan yang diperlihat oleh pasangan suami isteri kepada masyarakat sebenarnya hanya semu belaka. Semuanya hanya ‘sandiwara’ saja. Semuanya terlihat indah dari luar. Pada hal kondisi pernikahan penghuni rumah itu sebenarnya sangat keropos dan berantakan.
Semua itu berawal dari pengakuan yang dibuat oleh Mira sendiri. Dia mengatakan bahwa komunikasi antara dia dan suaminya sudah sangat hambar. Kedua mereka hanya mengatakan hal-hal yang seperlunya bila memang harus berkomunikasi. Itu baru komunikasi verbal. Komunikasi batin pun hampir sangat jarang.
Tentu saja semua orang akan tertegun bila dikatakan bahwa hubungan intim antara Mira dan suaminya hanya terjadi sekali dalam 2 minggu. Itu pun hanya sekedar suatu kewajiban seorang isteri kepada sang suami. Mira melayani suaminya dengan sangat terpaksa. Tidak jarang suaminya harus menunggunya dalam waktu yang cukup lama ketika akan memulainya. Setelah itu segala sesuatunya terjadi tanpa ada perasaan yang membekas di antara keduanya.
Hal ini tentu saja membutuhkan suatu pemahaman yang menyeluruh tentang penyebab hubungan yang ‘dingin’ ini. Mira mengatakan bahwa setiap kali ada keinginan dari suaminya untuk mengajak berhubungan intim, maka dia selalu enggan bila teringat akan semua perlakuan suaminya selama ini terhadapnya. Hal ini terjadi ketika pernikahan mereka baru saja berlangsung 1 (satu) tahun. Semenjak anak pertama mereka lahir.
Acting
Kini Mira dan suaminya hidup bersama dengan anak-anaknya yang berusia 13 dan 7 tahun. Di mata anak-anak mereka, Mira dan suaminya berlaku biasa saja. Mereka tidak pernah bertengkar dan berdebat di depan anak-anak. Tidak pernah mereka mengeluarkan kata-kata kasar terhadap pasangannya. Mereka juga masih tidur bersama. Tidak perlu harus pindah dan pisah kamar sebagaimana pasangan suami-isteri lain yang sedang mengalami keretakan dalam rumah tangga.
Selain itu, ketika Mira ingin menyelesaikan suatu urusan atau keperluan di kota lain yang agak jauh, maka dia harus melakukannya sendiri. Tidak ada tawaran dari suaminya untuk mengantar, walaupun hanya sekedar basa-basi. Akhirnya Mira merasa terbiasa. Semuanya dilakukan sendiri. Tidak ada kewajiban untuk meminta ijin pada sang suami. Yang dilakukan hanya sekedar memberi tahu bahwa dia ke suatu tempat tertentu. Tanpa menyebutkan apa keperluannya. Bahkan ketika pulang malam hari, suaminya tidak bertanya kenapa pulang semalam ini. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Tentu saja kehidupan Mira ini sangat berat. Semua masalah kehidupan rumah tangganya dia hadapi sendiri, tanpa ada dukungan dari suaminya. Suaminya merasa dengan memberikan nafkah bagi keluarganya, maka dia merasa sudah cukup bertanggung jawab. Dia tidak mau tahu urusan rumah tangga lagi. Semua harus dihadapi oleh Mira seorang diri.
Dalam batinnya, Mira selalu bertanya-tanya.. Apa sebetulnya salahnya..?? Dia cuma mengharapkan bahwa suaminya adalah pendamping dan pelindung dalam setiap masalah. Juga dia mengharapkan agar suaminya menjadi imam bagi dirinya dan anak-anak mereka.
Dengan berjalannya waktu, harapan Mira ini menjadi semakin pudar. Mira dan suaminya terlihat melakukan ‘acting’ sangat sempurna. Walau dalam hati dia selalu menangis. Dia bersedia untuk mempertahankan perkawinan ini hanya demi anak-anak semata. Mereka tidak boleh menjadi korban.
Doa
Pilihan dan keputusan yang diambil Mira yakni berusaha untuk bisa iklas memilih dan menghadapi serta menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya demi anak-anaknya. Seraya mengharapkan ridho dari Allah Yang Maha Kuasa.
aq setuju banget dengan keputusan yang diambil mira, aq pikir itu sudah sangat bijak semua dilakukan to anak ” ! Walaupun batin menderita tapi aq yakin akan terobati smuanya oleh buah hati !!!
nietha
Juni 25, 2010
pageee.. terima kasih untuk komentarnya.. semoga menjadi bahan sharing buat kita semua.. GBU…
laurens dasion
Januari 10, 2012
Mantab bapak, jadi iri dengan idealisnya… saya masih jauhhhh ^_^ moga sellau lancar bapak
Anisa
Januari 10, 2012
pagee.. cerita ini diangkat dari sharing seorang teman yang mengalami kejadian ini.. kita tentu bangga akan keputusannya sebagai ‘jalan yang terbaik’.. Demi anak2 tercinta.. GBU..
laurens dasion
Januari 10, 2012