MSDM Yang Ramah Lingkungan: Perlu Keseimbangan..!!

Posted on September 27, 2012. Filed under: Uncategorized |

Disadari bahwa konsep perusahaan yang ramah lingkungan (green company) telah menjadi tuntutan bisnis di era globalisasi. Di mana pada jaman ini terjadi sebuah perubahan sosial berupa bertambahnya keterkaitan di antara masyarakat dan elemen-elemen yang ada di dalamnya akibat transkulturasi dan perkembangan teknologi dan komunikasi yang sangat pesat dalam pertukaran budaya dan ekonomi internasional. Dalam kondisi ini tidak tampak lagi adanya batas-batas yang mengikat kehidupan suatu bangsa dan negara secara nyata. Dalam hal ini terjadi tiga dimensi dari globalisasi itu sendiri yakni globalisasi ekonomi, globalisasi politik dan globalisasi budaya.

Di dalam globalisasi ekonomi, terbentuk suatu masyarakat global yang tidak lagi tergantung pada batas-batas wilayah. Terjadi suatu situasi perdagangan internasional berupa pasar bebas, terbentuknya kerjasama regional, bilateral dan multilateral serta hadirnya lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia, World Trade Organization (WTO), Asian Free Trade Area (AFTA) dan lain-lain.

Perusahaan yang ramah lingkungan adalah suatu konsep di mana pihak manajemen sebuah perusahaan secara sadar meletakkan pertimbangan akan perlindungan dan pengelolaan lingkungan, serta keselamatan dan kesehatan ‘stakeholders’ dalam setiap pengambilan keputusan bisnisnya. Hal ini merupakan wujud nyata tanggung jawab dan upaya memberikan kontribusi positif kepada perusahaan dan karyawan pada khususnya dan masyarakat serta pembangunan yang berkelanjutan pada umumnya.

Konsep perusahaan yang ramah lingkungan ini perlu dijabarkan lebih jelas dalam setiap kegiatan operasional perusahaan agar tidak menggantung di awang-awang. Konsep perusahaan yang ramah lingkungan ini harus menjadi sebuah konsep yang membumi dan memiliki akar yang kuat. Oleh karena itu, dalam implementasi dan aktualisasinya konsep ini memiliki empat komponen utama yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain yaitu:

a. Strategi bisnis perusahaan (green strategy)
b. Proses bisnis yang aman, nyaman dan bersih (green process)
c. Pengembangan produk yang ramah lingkungan (green product)
d. Pengembangan kompetensi dan perlindungan kepada sumber daya manusia (green employee).

Dengan cara dan pendekatan sedemikian, maka perusahaan tersebut telah menjalankan sebuah sistem manajemen yang memiliki cakupan yang luas (multiple management system) yang merupakan perpaduan target dan sasaran yang ingin dicapai yakni:

a. Perlindungan dan pembangunan lingkungan;
b. Keselamatan dan kesehatan ‘stakeholders’ dalam setiap pengambilan keputusan bisnis sebagai wujud
nyata tanggung jawabnya memberikan kontribusi positif kepada masyarakat;
c. Pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan.

Hal ini dilakukan berdasarkan komitmen yang kuat dari setiap perusahaan yang ramah lingkungan dengan memiliki visi dan misi yang jelas bahwa “good safety is good business”.

Lingkungan Kerja

Partisipasi karyawan dalam mewujudkan suatu manajemen sumber daya manusia (MSDM) yang ramah lingkungan (green human resources management – Green HRM) sudah lama dikumandangkan oleh para ahli. Hal ini juga sudah dirasakan sangat perlu oleh perusahaan-perusahaan besar dalam rangka mewujudkan perusahaan yang ramah lingkungan. Namun, selama ini perusahaan lebih mengedepankan upaya ini kepada para karyawannya sebatas di lingkungan kerja (working environment) semata.

Para karyawan hendaknya dilihat dari dua sisi yang dimilikinya. Para karyawan di satu pihak merupakan produsen yang berhubungan erat dengan kegiatan-kegiatan di lingkungan kerjanya yang berkaitan dengan proses produksi. Di pihak lain, para karyawan juga menjadi konsumen terhadap produk-produk yang dihasilkan sebagai pribadi yang memiliki kehendak dan kemauan sendiri.

Kedua sisi perilaku karyawan yang berbeda ini telah menjadi perhatian serius dari Viola Muster dan Ulf Schrader (2011). Dalam jurnalnya yang berjudul “Green Work-Life Balance: A New Perspective for Green HRM”, mereka mendorong pihak perusahaan untuk lebih memberikan perhatian yang lebih besar kepada para karyawan untuk mewujudkan perilaku yang ramah lingkungan, baik di lingkungan kerja maupun di lingkungan kehidupan sehari-hari. Suatu hal yang menjadi tantangan tersediri bagi pihak perusahaan karena dianggap mencampuri urusan pribadi para karyawan.

Sejauh ini banyak perusahaan telah menjalankan berbagai aktivitas dalam rangka memberikan motivasi kepada para karyawan untuk mewujudkan perilaku yang ramah lingkungan di lingkungan kerja. Program-program tersebut antara lain rekrutmen, manajemen kinerja dan penilaian, pelatihan dan pengembangan, hubungan ketenagakerjaan dan sistem imbalan. Semua program ini merupakan upaya maksimal yang telah dilakukan oleh banyak perusahaan.

Pengaruh antara perilaku karyawan di lingkungan kerja (working environment) dan di lingkungan kehidupan sehari-harinya (life environment) telah dilakukan dalam berbagai riset. Faktor kehidupan sehari karyawan dijadikan sebagai variabel bebas (independent variable), di mana diasumsikan bahwa pengalaman dan perilaku karyawan dalam lingkungan kehidupan sehari-hari akan memberikan pengaruh terhadap perilakunya selama bekerja. Elloy & Smith (2003) menggambarkan hal ini sebagai suatu pendekatan holistik dalam bidang MSDM. Keduanya berpandangan bahwa karyawan adalah manusia (employee as human being) yang memiliki berbagai peran dalam lingkungan kehidupan yang berbeda-beda pula.

Perilaku yang ramah lingkungan dari para karyawan ini menuntut berbagai pendekatan yang kompleks yang harus dijalankan oleh pihak perusahaan. Berbagai pendekatan tersebut antara lain pendekatan individual, interaksional, siatuasional, kultural dan struktural. Hal ini telah direkomendasikan sebagai bentuk pendekatan holistik yang dilakukan berdasarkan ISO 14001 dan EMAS (environmental management systems). Standar yang digunakan ini akan membantu pihak perusahaan dalam melakukan implementasi, pengawasan dan perbaikan aktivitas-akivitas yang ramah lingkungan secara sistematis. Pandangan ini telah lama dikumandangkan oleh Wehrmeyer (1996) bahwa “If a company is to adopt an environmentally-aware approach to its activities, the employees are the key to its success or failure”.

Semua pendekatan yang telah disebutkan di atas harus memberikan fokus kepada kegiatan karyawan baik secara individual maupun secara kolektif. Upaya kolektif ini tentu saja bermula dari berbagai karakteristik budaya yang telah ada dalam perusahaan. Karakteristik budaya tersebut mungkin saja mendorong tumbuh-kembangnya perilaku yang ramah lingkungan bahkan sebaliknya yakni menjadi penghalang.
Perilaku ramah lingkungan ini harus tumbuh dan berkembang menjadi sebuah budaya perusahaan (corporate culture). Hal ini sejalan dengan pendapat Schein (2004) bahwa budaya perusahaan adalah suatu pola asumsi dasar yang diyakini bersama (a pattern of shared basic assumptions). Manakala budaya perusahaan yang ramah lingkungan ini sudah terbentuk, maka perilaku dari para karyawan secara individual dapat diwujudkan dengan baik.

Dengan demikian, perusahaan-perusahaan yang menyadari pentingnya pendekatan yang ramah lingkungan akan terus meningkatkan budaya keselamatan kerja (safety culture). Istilah ‘safety culture’ pertama kali diperkenalkan oleh International Nuclear Safety Advisory Group (INSAG) sesudah terjadinya tragedi Chernobyl, di mana dinyatakan bahwa:

“The safety culture of an organization is the product of the individual and group values, attitudes, competencies and pattern of behavior that determine the commitment to, and the style and proficiency of an organization’s health and safety programmes. Organization with a positive safety culture are characterized by communications founded on mutual trust, by shared perceptions of the importance of safety, and by confidence in the efficacy of preventive measures”.

(Budaya keselamatan suatu organisasi merupakan produk dari nilai-nilai, perilaku, kompetensi dan pola perilaku yang dimiliki oleh individu dan kelompok yang menjadi acuan komitmen dan pola penerapan program kesehatan dan keselamatan di dalam organisasi tersebut. Organisasi yang memiliki tingkat budaya keselamatan yang positif ditandai dengan adanya komunikasi yang didasarkan pada saling percaya, persepsi yang diyakini bersama tentang pentingnya keselamatan dalam bekerja dan keyakinan untuk melakukan pencegahan).

Dalam hal ini disadari bahwa keberasilan pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dan OSHAS 18001 akan berhasil bila kegiatan ini memiliki landasan yang kuat yakni:

a. Budaya perusahaan (corporate culture) yang telah dituangkan di dalam visi dan misi
perusahaan;
b. Program yang sistematis dan terstruktur, di mana bisa diketahui dampak sosial dan bisnis,
harapan dari para stakeholders, indikator keberhasilan dan terakhir dilakukan tinjau-ulang
secara berkelanjutan sebagai hasil monitoring.
c. Perilaku (behavior) dari para stakeholder yang memberikan dukungan dan partisipasi demi
keberhasilan program yang telah direncanakan.

Dengan demikian, perusahaan-perusahaan yang menyadari pentingnya pendekatan budaya keselamatan ini menggunakan berbagai pendekatan yakni pendekatan rekayasa (engineering approach), pendekatan sistem manajemen keselamatan kerja yang terpadu (integrated safety management system approach), dan kemudian dikembangkan menjadi pendekatan perilaku (behavior based system approach). Hal ini bertujuan agar setiap karyawan dapat selamat dan menampilkan perilaku aman yang akan menjadi suatu budaya perusahaan.

Di lain pihak, Sharon Clarke (1999) dalam jurnalnya yang berjudul “Perception of Organizatinal Safety: Implication for the Development of Safety Culture” mengemukakan bahwa terdapat dua dimensi dalam budaya organisasi yakni:

a. Pengaruh keselamatan dalam perilaku dalam bekerja (perceived relevance of safety to job
behavior)
; dan
b. Pengaruh sikap managemen terhadap keselamatan (perceived management attitude toward safety).

Sikap budaya keselamatan yang positif dari pihak manajemen dan karyawan akan memiliki ciri-ciri yang terlihat jelas dan transparan yakni komunikasi yang berdasarkan pada rasa saling percaya, persepsi yang sama tentang pentingnya masalah keselamatan, dan kesungguhan dalam penerapan tindakan-tindakan pencegahan. Keberhasilan semua program ini sangat tergantung pada kualitas komunikasi antara pihak manajemen dan karyawan, persetujuan dan komitmen dari semua tingkatan dalam organisasi bahwa keselamatan adalah faktor yang sangat penting, dan keyakinan segenap karyawan bahwa faktor keselamatan harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh.

Kenyataan ini menimbulkan efek positif di mata para karyawan bahwa melakukan perilaku aman akan mendapat imbalan (reward) dan mengabaikan perilaku aman dalam bekerja akan mendapatkan hukuman (punishment). Hal ini merupakan suatu faktor pemicu (reinforcement factor) untuk menekan perilaku tidak aman.

Perilaku tidak aman dalam bekerja ini dapat dikurangi dengan melakukan beberapa cara yakni:

a. Menghilangkan bahaya di tempat kerja dengan merekayasa faktor bahaya atau mengidentifikasi
bahaya secara fisik. Cara ni dilakukan untuk mengurangi potensi terjadinya perilaku tidak aman.
b. Mengubah sikap pekerja agar lebih peduli dengan keselamatan dirinya. Cara ini dilakukan engan
asumsi bahwa perubahan sikap akan mengubah perilaku. Berbagai cara dapat dilakukan dengan
kampanye dan pelatihan tentang keselamatan dan kesehatan kerja (safety training).
c. Memberikan hukuman (punishment) terhadap perilaku tidak aman. Cara ini harus dilakukan secara
konsisten dan segera setelah terjadinya.

Kehidupan Pribadi

Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa globalisasi memberikan pengaruh yang besar kepada perusahaan dalam menyusun kebijakan-kebijakannya yang ramah lingkungan. Dampak tersebut ditidak saja dirasakan oleh perusahaan, tetapi juga kepada para karyawan sebagai konsumen dalam lingkungan kehidupan sehari-hari. Secara keseluruhan dampak dari globalisasi bisa meliputi beberapa aspek sebagai berikut:

a. Pengambil kebijakan di tingkat nasional, di mana perubahan yang cepat dan cenderung tidak
menentu, persaingan yang semakin ketat dan adanya kompetisi di berbagai bidang kehidupan,
menuntut kalangan ini untuk meningkatkan strategi dan langkah-langkah operasional yang ramah
lingkungan untuk menciptakan iklim usaha yang sehat, aparat birokrasi dan hukum yang handal,
perangkat hukum yang memadai agar bisa tercapai suatu efisiensi dan daya saing yang diinginkan.
b. Pelaku ekonomi, di mana daya saing ekonomi yang meningkat, kemampuan produksi dan ekspor yang
membesar membutuhkan suatu upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan pasar bagi hasil produksi
nasional yang ramah lingkungan, juga pasar internasional dalam kerangka kerjasama multilateral,
regional dan bilateral;
c. Pemerintah, di mana pemerintah pusat dan daerah diharapkan semakin memainkan peran sebagai
fasilitator dalam menerapkan konsep persahaan yang ramah lingkungan, pemberi dorongan dan
bimbingan kepada para pelaku bisnis untuk meningkatkan daya saing dalam skala nasional dan
global. Kebijakan deregulasi dan debirokratisasi diteruskan tanpa menghilangkan campur-tangan
yang diperlukan, sambil memberikan arah kepada prakarsa dan partisipasi masyarakat;
d. Dunia usaha, di mana kalangan pengusaha diharapkan untuk lebih luwes dan sensitif dalam
menghadapi tuntutan pasar yang semakin paham akan konsep perusahaan yang ramah lingkungan.
Mereka juga hendaknya lebih jeli mempelajari peluang-peluang pasar dan meningkatkan efisiensi
serta daya-saingnya. Justru dalam situasi persaingan di era globalisasi ini dituntut adanya
kerjasama yang erat antara para pelaku bisnis dan pemerintah dalam memperjuangkan kepentingan
nasional di tingkat pasar dunia.

Dampak lainnya dari globalisasi ekonomi yang semakin menuntut adanya perusahaan yang ramah lingkungan ini adalah sebuah perusahaan tidak seharusnya berorientasi pada laba (profit) semata-mata, tetapi juga harus memberikan perhatian yang besar juga pada kesejahteraan masyarakat dan karyawan (people) dan lingkungan (planet). Perusahaan diharapkan tidak melakukan perusakan lingkungan, tetapi perusahaan dituntut untuk memberikan efek yang positif pada lingkungannya. Implementasinya bisa dalam bentuk produk yang ramah lingkungan (green product), penggunaan teknologi yang ramah lingkungan (green technology) dan proses produksi yang ramah lingkungan (green process).

Upaya ini dilakukan dengan cara memberikan label pada produk yang dihasilkan (ecolabelling) oleh suatu perusahaan. Tujuan dan manfaat dari pemasangan label pada suatu produk adalah:

a. Mendorong konsumen agar memilih produk-produk yang memberikan dampak lingkungan yang lebih kecil
dibandingkan dengan produk lain yang sejenis.
b. Memberikan informasi kepada konsumen tentang suatu produk, apakah produk tersebut aman untuk
dikonsumsi atau memberikan dampak negatif pada lingkungannya.
c. Memberikan kesempatan pada konsumen untuk berpartisipasi dalam memelihara lingkungannya
d. Meningkatkan kepedulian konsumen dalam mengambil keputusan ketika membeli suatu produk, di mana
mereka tidak hanya memperhatikan faktor harga dan mutu suatu produk, tetapi faktor lingkungan.
e. Mendorong inovasi bagi kalangan dunia industri untuk tetap memperhatikan kondisi lingkungan
sekitarnya.
f. Memberikan citra positif bagi produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan sehingga menjadi
suatu investasi jangka panjang sekaligus meningkatkan daya saingnya di pasar.

Namun, sejalan dengan tanggung jawabnya maka perusahaan yang ramah lingkungan juga memiliki dua dimensi tanggung jawab yakni tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility – CSR) dan tanggung jawab komersial perusahaan (corporate commercial responsibility – CCR).

Dengan demikian perusahaan-perusahaan yang menjalankan program CSR akan lebih diterima di masyarakat. Tetapi, manakala suatu saat perusahaan tersebut melakukan kegiatan yang tidak etis dengan mengabaikan CCR, maka dampak yang diterimanya akan lebih besar dibandingkan perusahan yang tidak menjalankan program CSR. Dalam hal ini peranan dari MSDM sangat menentukan untuk mengupayakan kombinasi antara perilaku dan pengalaman sehari-hari karyawan yang berkaitan dengan budaya ramah lingkungan sebagai konsumen dengan “kewajiban” mereka dalam lingkungan kerja sebagai bagian dari proses produksi.

Jakarta, 27 September 2012


Read Full Post | Make a Comment ( None so far )

Recently on Laurens Dasion: "AKU DAN DUNIAKU"…

Tidak Lelah Mencintaimu

Posted on Januari 19, 2012. Filed under: Uncategorized |

Tabungan Berhadiah

Posted on Januari 4, 2012. Filed under: Uncategorized |

‘Impor’ Manajer Profesional

Posted on Januari 4, 2012. Filed under: Uncategorized |

Gaya Hidup dan Produk Bank

Posted on Januari 4, 2012. Filed under: Uncategorized |

CEO dan Suksesi

Posted on Januari 4, 2012. Filed under: Uncategorized |

Bank: Untung-Rugi Kebijakan Ekspansif

Posted on Desember 29, 2011. Filed under: Uncategorized |

Excellent Service

Posted on Desember 29, 2011. Filed under: Uncategorized |

Globalisasi dan Profesionalitas Karyawan

Posted on Desember 28, 2011. Filed under: Uncategorized |

Globalisasi dan Budaya ABS…!!!

Posted on Desember 28, 2011. Filed under: Uncategorized |

    Tentang

    “AKU DAN DUNIAKU” adalah sebuah weblog dari WordPress.com yang ditulis oleh LAURENS DASION. Sebagai penulis blog ini, saya ingin berbagi pengalaman dan pandangan dengan para pembaca tentang apa yang dilihat dan dirasakan dalam hidup ini. Selamat menikmati dan semoga bermanfaat…!!!

    RSS

    Subscribe Via RSS

    • Subscribe with Bloglines
    • Add your feed to Newsburst from CNET News.com
    • Subscribe in Google Reader
    • Add to My Yahoo!
    • Subscribe in NewsGator Online
    • The latest comments to all posts in RSS

    Meta

  • Mei 2024
    M S S R K J S
     1234
    567891011
    12131415161718
    19202122232425
    262728293031  
  • Arsip

  • Komentar Terbaru

    laurens dasion pada Hidup Ini Sungguh Indah
    Ana pada Hidup Ini Sungguh Indah
    laurens dasion pada Jalan Terbaik
    laurens dasion pada Jalan Terbaik
    Anisa pada Jalan Terbaik
  • Top Clicks

    • Tidak ada
  • Kategori

Liked it here?
Why not try sites on the blogroll...